GURU BIASA ADALAH GURU YANG MAMPU MENJELASKAN, GURU BAIK ADALAH GURU YANG MAMPU MENDEMONSTRASIKAN DAN GURU HEBAT ADALAH GURU YANG MAMPU MENGINSPIRASI SISWA.

Rabu, 10 Oktober 2012

GURUKU, JASAMU KU KENANG SELALU




Guru diibaratkan sebagai pelita dalam kegelapan, guru juga laksana embun penyejuk dalam kehausan. Guru dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti orang yang pekerjaannya (profesinya) mengajar. Dalam Wikipedia guru berasal dari bahasa sansakerta secara harfiah berarti berat, namun dipahami juga dihormati. Dalam filosofi jawa guru dimaknai dengan “digugu dan ditiru” artinya mereka yang selalu dicontoh dan dipanuti. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”

Tak bisa dipungkiri bahwa guru adalah ujung tombak pendidikan nasional, keberhasilan pendidikan di suatu Negara sangat ditentukan oleh kualitas gurunya. Ketika kota Hiroshima dan Nagasaki dibombardir oleh Amerika Serikat pada tahun 1945, hal yang pertama ditanyakan oleh Kaisar Jepang, Kaisar Hirohito adalah berapa banyak guru yang masih hidup. Kaisar Hirohito sangat sadar bahwa kemajuan dan kebangkitan suatu bangsa itu dimulai dari sumber daya manusianya. Sementara sumber daya manusia yang berkualitas bisa dicapai dengan pendidikan. Sedangkan faktor yang penting dalam pendidikan pada masa itu adalah keberadaan guru.

Betapa pentingnya peran guru dalam pendidikan juga dikemukakan oleh John Goodlad, tokoh pendidikan Amerika Serikat ini pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran. Penelitian yang dipublikasikan dengan judul “Behind the Classroom Doors”  menjelaskan bahwa “ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu-pintu kelas itu, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru”.  Oleh karena itu kualitas dan kesejahteraan guru tersebut perlu mendapat perhatian sebaik-baiknya. Implikasi penelitian John goodlad dalam konteks otonomi pendidikan saat ini adalah bahwa pemerintah daerah perlu menciptakan sebuah sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar para guru benar-benar memiliki profesionalisme dan efektivitas kerja yang tinggi supaya ketika ia memasuki ruang kelas mampu menciptakan kualitas pembelajaran yang ideal dan bermakna.

Membaca buku “LASKAR PELANGI” yang diangkat dari kisah nyata penulisnya Andrea Hirata, sungguh luar biasa. Sosok kepala sekolah Bapak Harfan Efendy Noor dan Ibu guru muda Muslimah Hafsari digambarkan sebagai sosok yang tulus, sederhana, dan sangat perhatian terhadap siswa-siswinya saat mengajar di SD Muhammadiyah, Desa Gantong, Kecamatan Gantong, Kabupaten Belitung Timur. Mereka mengajarkan integritas, keluhuran budi dan ketekunan yang sampai saat ini tetap hidup dalam hati sanubari para laskar pelangi. Rasanya, penggambaran sosok pak Harfan dan Bu Mus oleh Andre tidaklah berlebihan. Karena mereka adalah guru yang mampu memotivasi dan menginspirasi siswanya menjadi orang yang sukses. Diantara 11 orang laskar pelangi di sekolah itu, ada yang mendapat beasiswa Internasional kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris, ada yang menjadi Research and Development manager di salah satu perusahaan multinasional paling penting di negeri ini, dan ada yang menjadi wakil rakyat (dikutip dari http://ardithaanggun.blogspot.com/2011/04/sinopsis-novel-laskar-pelangi.html). Kisah pengabdian tulus dan dedikasi yang luar biasa di tengah keterbatasan yang ada dari ke dua guru tersebut, patut dijadikan renungan dan tauladan bagi para guru yang mengajar di sekolah yang fasilitas sarana dan prasarananya terpenuhi, atau bahkan yang berstandar nasional dan internasional.


Wilayah Indonesia memang sangat luas dari Sabang sampai Merauke, ada wilayah perkotaan dan ada wilayah pedesaan, bahkan ada yang terpencil, terluar, tertinggal, dan perbatasan yang sulit dijangkau. Pengabdian dan perjuangan guru di daerah terpencil, terluar, tertinggal, dan perbatasan yang sulit dijangkau tersebut dijalani tanpa pamrih. Mereka harus bertugas dalam kondisi sarana dan prasarana tidak memadai serta kesejahteraan hidup yang tidak layak. Tak jarang mereka harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk sampai ke sekolah atau melakukan perjalanan sulit, jauh, lama, dan melelahkan untuk melaksanakan tugasnya dalam rangka ikut mencerdaskan bangsa. Guru-guru yang bertugas di daerah seperti ini, adalah pahlawan pendidikan sebenarnya. Mereka telah berjuang untuk memajukan pendidikan dengan segala keterbatasan dengan bermodalkan semangat untuk memajukan pendidikan bangsa ini.

Hanya segelintir orang yang mau dan bisa hidup dalam dunia yang serba terbatas. Tapi, tidak bagi para guru-guru yang mendidik para pelajar di daerah-daerah terpencil, terluar, tertinggal, dan perbatasan yang sulit dijangkau tersebut. Hal itu tetap mereka jalani dengan penuh semangat dan dedikasinya untuk terus menggodok anak-anak bangsa memperoleh pendidikan yang wajar dan berkualitas. Mereka butuh terus ditingkatkan kualitas dan profesionalismennya, diperhatikan kesejahteraannya, serta terus digelorakan semangatnya menghadapi tugasnya di daerah terpencil. Kisah pengabdian dan dedikasi para guru tersebut patut menjadi contoh dan inspirasi bagi semua guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang professional. Namun saat ini pemerintah juga telah memperhatikan dan mengapresiasi pengabdian para guru di daerah-daerah terpencil tersebut. Wujud perhatian dan apresiasi Pemerintah adalah dengan dikeluarkannya Permendikbud no.34 tahun 2012 tentang Kriteria Daerah Khusus dan pemberian Tunjangan Khusus bagi Guru.
Guru yang mengajar dengan fasilitas seadanya (gambar diambil dari google.com)
Kisah mengharukan dan mengagumkan dari program Program “Sarjana Mendidik di daerah Terpencil, Terluar, dan Tertinggal” (SM-3T). Pengiriman sekitar tiga ribu sarjana dari lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK) untuk menjadi guru di desa-desa terpencil, terluar, dan tertinggal atau dikenal dengan (3T). Kisah mengajar di daerah 3T yang dialami Sri Astuti, alumni program studi (prodi) Pendidikan IPA, Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Tuti, begitu dia biasa disapa, menjadi salah satu peserta SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di SMPN 2 Terangun, Kampung Kute, Gayo Lues, Aceh sebagai guru IPA. Sekolah ini terletak jauh dari pemukiman penduduk dan hanya dikelilingi hutan berbukit dan tidak ada jaringan komunikasi. Bahkan, untuk mendapat air, warga harus ke sungai yang berjarak 800 meter (m) dari sekolah. Perjalanan dari Blangkejeren, ibu kota kabupaten Gayo Lues, menuju SMPN 2 Terangun memakan waktu sekira 1,5 jam yang ditempuh dengan sepeda motor. Setiap hari gadis yang akrab dipanggil Tuti ini tiba di sekolah pukul 7.45 WIB karena sekolah dimulai pukul 08.00 WIB. Menurut Tuti, mengajar di sekolah tersebut membuatnya harus lebih kreatif. “Fasilitas di sekolah sangat minim. Sehingga untuk mengajar mata pelajaran yang harus ditunjukkan dengan visual, kami harus pandai-pandai membuat alat peraganya. Padahal bahan-bahan yang dibutuhkan belum tentu ada di kecamatan dan kami harus pergi ke kota yang jaraknya sekira 80 km,” ujar Tuti, seperti dikutip dari laman UNY, Kamis (9/8/2012).
Suasana Belajar di Daerah terpencil (diambil dari google.com)
Kisah lain dari para guru muda yang mengikuti Program “Indonesia Mengajar” yang digagas oleh Anies Baswedan. ”Izinkan anak-anak SD di pelosok itu mencintai, meraih inspirasi, dan berbinar menyaksikan kehadiranmu. Dan yang terpenting, Anda sebagai anak terbaik telah ikut—sekecil apa pun—mendorong kemajuan, mengubah masa depan mereka menjadi lebih cerah.” Itu adalah sepenggal isi e-mail dari Anies Baswedan yang merupakan kata-kata perpisahannya mengantar keberangkatan 51 pengajar muda ”Indonesia Mengajar” menuju dusun-dusun di pelosok Indonesia. Mereka merupakan orang-orang yang terpilih, bahkan mungkin yang terbaik di generasinya. Para pengajar muda Program “Indonesia Mengajar” ini tidak hanya mengajar tetapi juga harus membaur dalam kehidupan tempat mereka bermukim selama setahun. Suka dukanya mengajar anak-anak di pedalaman, bagaimana mereka berusaha untuk membangun motivasi belajar anak-anak tersebut. Mengajarkan mereka untuk punya cita-cita dan berani untuk mencapainya (dikutip dari http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/30/10122549). 

Menyimak cerita tersebut kitapun tersadar “itulah potret pendidikan Indonesia saat ini” Disaat banyak sekolah punya predikat “standar Nasional” atau “standar Internasional” dengan segala fasilitas sarana dan prasarananya, ternyata masih banyak sekolah yang sangat memprihatinkan kondisinya. Para guru yang bertugas di sekolah tersebut dituntut kreatif untuk memanfaatkan seluruh potensi yang ada, semangat merekapun tetap bergelora dalam menjalankan tugas dan pengabdiannya. Mereka patut disebut sebagai “Pahlawan tanpa tanda jasa”, karena mereka adalah guru yang benar-benar memiliki panggilan jiwa untuk mengabdikan dirinya sebagai pendidik dan pengajar yang mencerdaskan generasi-generasi penerus bangsa ini. Seperti halnya tokoh nasional Ki Hadjar Dewantara, KH Ahmad Dahlan, RA Kartini, dan seterusnya. Tanpa terasa air mataku menetes menyimak kisah inspiratif para guru tersebut, bahkan masih banyak lagi kisah-kisah guru lainnya yang bisa dijadikan tauladan dan motivasi bagi semua guru di Indonesia. 


Tiba-tiba aku termenung, mengingat kembali kenangan indah di bangku SMA (1987-1990). Sekolah itu adalah SMA negeri Way Abung yang jaraknya 26 KM dari rumahku. Sekolah di Kecamatan yang saat itu sudah memiliki laboratorium IPA dan ruang ketrampilan. Jadi kilas balik masa-masa indah di SMA, aku juga punya guru idola.  Sosok seorang guru yg tak pernah aku lupakan hingga saat ini, karena beliaulah aku sangat menyukai pelajaran biologi. Guruku itu seorang insinyur pertanian lulusan IPB (Institut Pertanian Bogor), guru yang cantik, cerdas, dan sangat perhatian terhadap siswa-siswinya. Gaya dan cara beliau mengajar membuat kami merasa rugi jika sekali saja tidak bertemu di pelajaran biologi, vokalnya sangat jelas dan enak didengarkan. Bu wulan begitu beliau biasa kami panggil, selalu berpenampilan menarik dan rapi. Penguasaan materinya luar biasa, beliau sangat hafal nama-nama ilmiah tumbuhan, hewan dan istilah-istilah biologi yang menurut kami sulit untuk dihafalkan. Beliau sangat tidak senang dengan siswa yang suka mencontek di kelas, penilaian yang dilakukan sangat fair dan obyektif. Aku nge-fans banget dengan bu guru yang satu ini. 

Pembaca pasti tanda Tanya, mengapa Insinyur pertanian IPB mengajar SMA? Karena sekolah kami pada saat itu kekurangan guru, meskipun pemerintah sudah menempatkan guru lulusan IKIP Yogjakarta dan lulusan IKIP Jakarta.  Bu wulan yang pada saat itu mendampingi suaminya bertugas di puskesmas sebagai dokter gigi, berkenan mengajar di sekolah kami.  Bu Wulan yang berasal dari keluarga terpandang (ayahnya seorang professor) dengan segala keikhlasan dan ketulusan hatinya mau menyumbangkan ilmunya mengajar di sekolah kami.  Beliau sangat memotivasi kami agar bisa di terima di perguruan tinggi negeri (PTN) meskipun setiap tahun biasanya hanya 3 atau 4 siswa saja yang berhasil di terima  di PTN. Tapi alhamdullilah Aku bersama  8 teman-teman seangkatanku di terima di PTN. Aku diterima di Fakultas MIPA jurusan Biologi. Kabar terakhir yang aku dengar bu Wulan pindah ke Bogor saat aku semester empat, dan setelah itu aku tak pernah mendengar kabar dari beliau, semoga beliau masih dalam keadaan sehat.  Kini aku telah berprofesi sebagai seorang guru yang bertugas mengajar mata pelajaran IPA di SMP Negeri  5 kota Magelang. 

Apresiasi masyarakat terhadap profesi guru saat ini terjadi perubahan yang luar biasa. Peminat guru meningkat drastis. Perguruan tinggi semacam LPTK kini kian menaikkan standar lulusan didalam proses seleksinya. Guru menjadi profesi yang dipilih bukan karena tiada pilihan lagi. Bahkan harapannya kedepan anak-anak berprestasi akan memilih kuliah di Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) yang akan menjadi kader-kader guru profesional. Kini guru tidak hanya memiliki PGRI sebagai wadah/ induk organisasinya, tetapi juga telah berdiri Ikatan Guru Indonesia (IGI). Mengenai penghargaan/tanda jasa, seolah tidak kalah dengan para pejuang, guru pun memilikinya. Penghargaan/tanda jasa yang dapat diberikan kepada seorang guru (dengan status PNS, berdasarkan Keppres Nomor 25/1994) diantaranya : Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun berwarna perunggu bila telah bekerja secara terus-menerus sekurang-kurangnya 10 tahun; Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun berwarna perak bila telah bekerja secara terus-menerus sekurang-kurangnya 20 tahun; Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun berwarna emas bila telah bekerja secara terus-menerus sekurang-kurangnya 30 tahun.

Secara umum, patut diakui bahwa telah terjadi perbaikan, peningkatan, dan apresiasi yang positif terhadap profesi seorang guru. Meskipun, di beberapa daerah masih ada yang menyuarakan tentang keprihatinan nasib beberapa guru. Bahkan pemerintah telah menerbitkan peraturan perundang-undangan khusus tentang guru dan dosen yakni, Undang-Undang Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Berdasarkan amanat undang-undang tersebut, pemerintahpun telah melakukan program sertifikasi guru (hingga saat ini masih terus berjalan). Melalui program ini pemerintah meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji dengan harapan akan berdampak pada meningkatnya kualitas kinerja guru dan kualitas pendidikan di Indonesia.

Pemerintah kini terus berupaya memperbaiki sistem pendidikan (kurikulum) dan meningkatkan sarana prasarana pendidikan, pemerintah pun berusaha memperbaiki kualitas/mutu guru dan meningkatkan kesejahteraan guru. Kerja keras pemerintah ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia tentu saja sangat membutuhkan kepedulian dan bantuan, serta peran serta masyarakat. Oleh karena itu berbagai bentuk kegiatan yang mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan sangat dibutuhkan. Seperti Gerakan Indonesia Berkibar (Bersama Kita Belajar) adalah sebuah gerakan pendidikan yang secara terus-menerus menyokong program pemerintah. Gerakan ini dirancang untuk perbaikan kualitas mengajar dan belajar melalui pelatihan dan pendampingan lanjutan kepada para pendidik. Model kerjasama yang melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, korporasi, media, komunitas dan seluruh masyarakat. 

Melalui kerjasama antar pemerintah, orang tua, sektor industri dan filantropi serta kemitraan pemerintah-swasta, Gerakan Indonesia Berkibar diharapkan dapat memberikan kekuatan kepada sekolah, siswa, dan negara kita untuk mencapai aspirasi kita bersama. Menurut Managing Director Putera Sampoerna Foundation, Nenny Soemawinata, "Masyarakat membutuhkan pengembangan kualitas dan kesempatan memperoleh pendidikan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang terbaik di Indonesia”. Oleh karena itu Putera Sampoerna Foundation ikut berperan serta dengan memberikan beasiswa kepada siswa-siswi dari keluarga prasejahtera di seluruh Indonesia untuk sekolah di Sampoerna Academy. Siswa-siswi yang beruntung adalah yang terpilih melalui tahapan seleksi dan memiliki potensi untuk menjadi pemimpin Indonesia yang berkualitas di masa depan. Semoga peran serta sektor industri dan filantropi serta kemitraan pemerintah-swasta seperti yang dilakukan Putera Sampoerna Foundation akan semakin meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. 

Akhirnya kita semua berharap agar para guru di Indonesia benar-benar memiliki panggilan jiwa untuk mengabdikan dirinya sebagai pendidik dan pengajar yang mencerdaskan generasi-generasi penerus bangsa. Sudah saatnya para guru Indonesia untuk terus berpacu memperbaiki kinerjanya menjadi guru yang profesional dan berkarakter yang patut menjadi teladan bagi siswa-siswanya. Menjadi guru seperti semboyan dari Ki Hadjar Dewantara yaitu Ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan). Semoga dengan guru-guru profesional dan berkarakter, kualitas pendidikan di Indonesia akan terus meningkat dan siap menghadapi tantangan pendidikan di era global. 










25 komentar:

  1. Sangat merasakan jasa dan upaya seorang guru ketika saya sudah punya anak yang bersekolah. Anak saya jadi bertumbuh luar biasa setelah bersekolah, belajar memahami aturan dan berinteraksi dengan temannya.

    Di luar negeri, guru-guru disupport maksimal oleh pemerintah, anak didik juga disupport agar bisa masuk sekolah secara konsisten (tidak bolos/drop out).
    Orang tua terus menerus disemangati dan dihubungi agar merasa terlibat dalam kemajuan belajar anaknya.

    Mudah-mudahan Indonesia menuju ke arah yang makin baik, optimis saya. Menyaksikan bu Ida, dan guru-guru lain yang bekerja lebih keras dan mencoba sesuatu yang berbeda, karena ingin memberikan sesuatu yang baru, untuk membantu murid-murid.
    Support dari pemerintah, pelan-pelan mewujud ya Bu, meskipun kadang salah arah, hehe. Mudah-mudahan guru-guru kami tidak berhenti terinspirasi, meskipun kadang merasa berjuang sendiri, tanpa dukungan yang memadai.

    BalasHapus
  2. Terimakasih komennya mbak Ifta,semoga harapan kita agar kualitas pendidikan negara kita membaik segera terwujud. kalau kita tengok kesuksesan pendidikan di Firlandia, ternyata kuncinya memang terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk disekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingannya ketimbang masuk fakultas bergengsi lainnya. Seperti fakultas Hukum dan Kedokteran. Bandingkan dengan Indonesia?
    Mengenai Anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata Negara di Eropa. Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan Negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu.

    BalasHapus
  3. Menarik kutipan bu Ida dari John Goodlad, benar bahwa setelah masuk ruangan, maka kelas adalah milik kita (guru). Apakah di dalam kita mendidik atau sekedar bekerja guru dan murid yang paling tahu. Mudah2an tulisan Bu Ida ini menjadi inspirasi bagi kita para guru, untuk lebih amanah. Bahwa murid adalah amanah bagi kita, maka mari kita jaga amanah ini, sehingga bisa menjadi guru yang berhasil melepaskan anak2 dari kegelapan. Terimakasih tulisannya bu Ida.... buat inspirasi murid2ku.....

    BalasHapus
  4. Wah wah keren banget :-) semakin menjunjung tinggi Guru :-D
    salam kenal Bu Guru. sialhkan berkunjung juga ke blog saya dan tinggalkan komentarnya/

    BalasHapus
  5. Cerita Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, memang luar biasa. Sekolah Muhammadiyah yang lusuh, miskin dan tersingkirkan tapi tetap dapat bersaing dengan sekolah PN yang berfasilitas serba lengkap, mereka berkompetitif melalui perjuangan dan semangat yang ditorehkan kedua guru (Pak Harfan dan bu Mus) kepada para pejuang laskar pelangi, melawan nasib dari segala keterbatasan. Inilah peran guru yang sebenarnya, pembimbing, pengajar seorang tokoh inspirasi bagi para muridnya.

    BalasHapus
  6. Kepada bapak Supardi terimakasih komennya. Salam kenal kembali untuk Sahabat Blogger. Spesial buat Ananda MFS. terimakasih komennya sudah mengingatkan saya untuk membuka kembali sinopsis laskar pelangi dan saya update kutipan tersebut.

    BalasHapus
  7. Sebuah ulasan yang cerdas, lugas, tegas, jelas dan lengkap tentang profesi guru. Gaya penulisannya pun lincah, didukung data-data dan cuplikan-cuplikan yang lengkap, juga pengalaman pribadi yang menyentuh, menunjukkan bahwa si penulis adalah orang yang berjiwa dan berwawasan luas. Itu yang saya tangkap dari apa yang saya baca di atas.

    Terima kasih bu Ida, tulisan di atas memberi inspirasi mendalam bagi saya. Do'a saya, semoga Ibu beserta keluarga senantiasa dilimpahi kesehatan, kebahagiaan dan kesuksesan, hingga selalu produktif dalam meularkan ide-ide pemikiran melalui tulisan di blog ini.

    Salam hormat saya,
    Yuddy TH Achsan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pak.Yudi atas komen & Do'anya. Sukses jg untuk anda, dan selamat bertugas di sekolah yg baru semoga cepat beradaptasi.

      Hapus
  8. Sebuah tulisan reflektif dari pelaku sejarah (baca: Guru) yang perlu diapresiatif. bukan saja mengangkat realitas kondisi guru yang cenderung "absurd". tulisan ini menyiratkan keinginan mendalam untuk memuliakan para guru. bukan saja dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tapi harus dipandang sebagai pahlawan yang berjasa. tentu hal ini, kontras dengan kenyataan policy pemerintah tentang guru yang sebenarnya ingin-dengan "malu-malu"- mencoba mengangkat harkat & martabatnya. anehnya, terkadang ditunggangi dengan beberapa "kepentingan" dan akhirnya mendatangkan kebijakan problematis dan terkesan memberatkan...

    salam...
    Syamsul Ma'arif
    (penulis buku Profesionalisme Guru: Harapan & Kenyataan)

    BalasHapus
  9. Tulisan yang bagus sekali. Salut untuk bu Ida Rianawaty yang telah menularkan pengetahuannya melalui tulisan-tulisan berbobot dan berkontribusi positif bagi perkembangan dunia pendidikan. Salam....

    BalasHapus
  10. Wah keren Bu tulisannya :D Guru yang berkualitas memang kunci pendidikan berkualitas. Makanya anak-anak berkualitas mestinya besok2 jadi guru :D

    BalasHapus
  11. Muantabs...........semoga GURU...tidak sekedar di GUGU dan di TIRU.......tapi mesti selalu memberikan "SESUATU" kepada anak didik.......dan senantiasa meningkatkan kualitasnya, sehingga menghasilkan produk-produk yg melanjutkan masa depan bangsa yang bebas KKN, bebas NARKOBA, bebas KORUP......, BRAVO GURU.......selamat berkarya..

    BalasHapus
  12. 6031203K03 K3123N....
    Begitulah ketika sosok Guru yg tidak hanya menularkan dan menurunkan ilmunya tetapi lebih dari itu, didikan etika budi pekerti dan kasih sayang laksana orang tua, akan selalu membekas di hati murid2nya... Apalagi muridnya itu menjadi penerus menjadi seorang Guru.. Selamat mengabdi dan berbagi untuk anak negeri..
    703L154N 54N647 846035.....
    (JOI SETIAWAN - Banjarnegara)

    BalasHapus
  13. Trims buat temen2 yg sudah meluangkan waktunya membaca tulisan ini & meninggalkan komennya. Kepada teman2 lain yg juga membaca tulisan ini silahkan berikan komennya. Semoga bermanfaat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tulisan ibu ini seharusnya bisa jadi bahan refleksi diri bagi pemerintah yang sedikit kurang memberikan apresiasi yang riil bagi guru-guru.
      Semoga saja dengan adanya program sm-3t tidak hanya daerah 3T yang mendapat perhatian khusus melainkan tenaga pengajar (guru) mendapatkan apresiasi yang tinggi.
      Selamat juga unt seluruh mahasiswa lulusan s1 yg sdh bersedia mengabdikan diri pada program indonesia mengajar (SM-3T). saat sy menghadiri diklat calon peserta sm-3t beberapa wktu lalu terliat betapa antusiasnya mereka(psrta sm-3t) mengikuti sebuah diklat yg dilaksanakan dari pagi-malam, dr latihan fisik hingga harus menempuh beberapa pelajaran tambahan tapi dr mereka tak ada sedikitpun rasa takut dimana mereka akan ditempatkan. Bahkan dari beberapa tdk sabar untuk menunggu waktu berangkat, karena mereka menyadari betapa dibutuhkannya mereka. Dari mereka sy mendapapatkan sebuah pelajaran ketika seorang ank berbicara "untuk apa sy lulus dari universitas yg menghasilkan guru kalau sy tdk bisa berguna untuk mereka yg berada jauh disana dan sangat membutuhkan sy". sangat terlihat jelas bhwa ank tsb memiliki hati yg tulus unt mengabdikan dirinya untuk mencerdaskan indonesia,segala persiapan fisik, mental dan ilmu telah dipersiapkannya. semoga saja akan banyak pemuda dan pemudi yg memiliki keinginan spt itu, untuk pemerintah sdh layak dn sepantasnya mereka yang telah mengabdi untuk negara diberikan apresiasi setinggi-tingginya.
      Apapun namanya, seorang guru tak akan pernah menuntut balas jasa, kecuali haknya yang harus dipenuhi oleh negara.
      Sekarang saatnya bukan hanya pemerintah tetapi anak negeri juga harus memberikan apresiasi tinggi untuk guru dan almamater yang telah membawa mereka menuju gerbang kesuksesan.

      Hapus
  14. Pagi tadi saya terkejut bu..bahwa sekitar 6000 guru yang belum S1 maka pada tahun 2015 secara otomatis akan terdelate.. artinya tidak memandang sebuah pengabdian namun sisitem membuat mereka 'tersingkir' dari tugas yang selama ini menjiwainya. Menurut Prof, Suyata (Dosen Doktoral Ilmu Pendidikan UNY) birokrasi itu berdarah dingin..saya sependapat karena intelektual saja tidak cukup untuk pembimbingan dan pengajaran kepada anak namun'hati' jauh lebih penting untuk mendidik anak menjadi 'manusia yang manusia juga'...
    Profesiat buat bu ida yang memiliki pemikiran dan hati untuk mengupas tentang guru...

    BalasHapus
  15. Membaca artikel di atas, sungguh mengingatkan kita pada tugas dan peran guru yang luar biasa dalam memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Terlebih lagi di kesempatan siang ini, kuliah sama Prof Sodiq A. Kuntoro di Forum S3 UNY…. Alangkah indahnya jika semua orang mampu memerankan diri sebagai guru. Guru bukan hanya orang yang berdiri di depan kelas, tapi orang tua adalh guru, masyarakat adalah guru, lingkungan adalh guru… sekolah adalah tempat belajar, pasar adalh tempat belajar, ladang adalah tempat belajar… dimanapun tempat dapat menjadi media dan sumber belajar. Sungguh … Indonesia akan berkembang pesat jika semangat pendidikan menjadi ruh bagi semua rakyat dan bangsa Indonesia… Selamat ut Bu Ida atas artikelnya yang inspiratif.

    BalasHapus
  16. Waaah support sekali, isinya ingatin saya jadi pengen lagi rasanya ngajar di SMP kaya bu Camat ini. Next...

    BalasHapus
  17. Kata Guru Berasal dari suku kata Sanskrit Gu dan ru yang artinya Gelap dan terang, jadi Guru diartikan sebagai sosok yang bisa mengantarkan muridnya dari kegelapan menuju Terang. peran guru adalah memandu anak didiknya dalam membangun pengetahuan. sebuah peran yang berat namun sangat mulia. Jasa yang tiada tara, menjadi guru merupakan panggilan hidup bukan sekedar pekerja yang hanya menerima gaji pada akhir atau awal bulan. Akankah kita melupakan jasa para guru? Guru dan siswa adalah subyek sentral dalam sistem pendidikan di Indonesia sehingga dalam perbaikan berkelanjutan di dalam sistem pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial namun harus dilakukan secara holistik dan teritegrasi.

    BalasHapus
  18. Salut bu,tulisan yang benar2 mampu menggugah hati bagi yang masih punya hati,disaat banyak pihak yang mendiskreditkan keberadaan para guru atau orang jawa bilang "di kuya-kuya" tulisan ini diangkat. Semoga banyak pihak yang menjadi sadar bahwasannya tugas seorang guru bukanlah tugas yang ringan. Masa depan bangsa ini sangat tergantung pada pengabdian para guru.Peningkatan kwalitas yang dibarengi dengan kesejahteraan para guru akan mewujudkan impian menuju bangsa Indonesia yang cerdas dan mandiri tidak terlalu bergantung pada bangsa lain. Maju terus pendidkan Indonesiaku,amien.

    BalasHapus
  19. ok banget ini ibu............ moga sukses selalu
    bangsa ini membutuhkan guru - guru yang pantang menyerah
    dimana pun ia berada dan kapan pun dia harus laksanakan

    BalasHapus
  20. Trims, buat teman2 yg sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan ini dan memberikan komennya. Semoga Pemerataan layanan & kualitas pendidikan di negara kita akan semakin membaik.

    BalasHapus
  21. Semoga kita tidak akan pernah lupa atas kebaikan para guru kita...

    BalasHapus
  22. Semoga dengan tulisan Bu Ida Kami (Guru-guru)serasa disegarkan kembali untuk lebih bersemangat dalam berkarya dan selalu ingat akan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu turut mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

    BalasHapus
  23. Semoga dengan tulisan Bu Ida Kami (Guru-guru)serasa disegarkan kembali untuk lebih bersemangat dalam berkarya dan selalu ingat akan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu turut mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

    BalasHapus