GURU BIASA ADALAH GURU YANG MAMPU MENJELASKAN, GURU BAIK ADALAH GURU YANG MAMPU MENDEMONSTRASIKAN DAN GURU HEBAT ADALAH GURU YANG MAMPU MENGINSPIRASI SISWA.

Kamis, 08 September 2011

TENTANG SERTIFIKASI GURU

Tulisan ini saya buat ketika mempelajari beberapa PERATURAN PEMERINTAH & PERMENDIKNAS yg penting untuk diketahui oleh seseorang yg berprofesi sebagai guru. Saya pilih temanya “Sertifikasi Guru”, karena guru yang profesional katanya adalah guru yg telah memiliki “Sertifikat Pendidik”. Apa sebenarnya sertifikasi guru? Sertifikasi Guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. 

Sertifikasi guru diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru. Bentuk peningkatan kesejahteraan tersebut berupa pemberian tunjangan profesi bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus bukan pegawai negeri sipil (swasta). PERMENDIKNAS TERBARU TENTANG SERTIFIKASI GURU tertuang dalam PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN, dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008.

Guru yang berhak memperoleh tunjangan profesi menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah guru yang memiliki beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya. Perubahan beban mengajar guru yg semula 18 jam menjadi 24 jam ini menyebabkan banyak guru mata pelajaran yg kekurangan jam mengajar, terutama guru mapel yg jumlah jam belajarnya perminggu hanya 2 jam pelajaran seperti Agama, PKn, Penjas, Seni, TIK. Dampak dari kebijakan yg merupakan persyaratan untuk memperoleh tunjangan profesi ini sangat luar biasa. Seorang guru harus mengajar di sekolah yg lain demi memenuhi jumlah jam mengajarnya. Akibatnya guru menjadi tidak fokus alias “konsentrasi terbagi”, Hal ini sangat mempengaruhi kinerja guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya dan kualitas pendidikan pada umumnya.

Peraturan mengenai beban kerja 24 jam tidak harus dari jumlah jam tatap muka dalam mengajar bahkan dipersulit. Semula wali kelas dihargai 6 jam mengajar, Kepala Laboratorium dan perpustakaan dihargai 12 jam. Kebijakan itu kini dipersulit, Kepala laboratorium harus punya sertifikat yg dikeluarkan oleh perguruan tinggi. Intinya seolah-olah bahwa 24 jam itu harus jumlah jam tatap muka. Lebih parah lagi beberapa sekolah bahkan menambah jumlah jam belajar siswa menyesuaikan dengan pemenuhan beban kerja guru untuk persyaratan sertifikasi. Akibatnya jumlah jam belajar siswa/minggu melebihi struktur kurikulum Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut:
  1. SD atau yang sederajat berlangsung selama 35 menit, dengan jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu: (a)   kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran dan (b) kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran
  2. SMP atau yang sederajat berlangsung selama 40 menit, dengan jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu sebanyak  34 jam pembelajaran.
  3. SMA atau yang sederajat berlangsung selama 45 menit,  dengan jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu sebanyak  38 s.d. 39 jam pembelajaran.
Kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan (jadi maksimal 38 jam/minggu untuk satuan pendidikan SMP).  Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40 menit, dan Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

Menurut penulis perubahan beban mengajar guru yang harus 24 jam tatap muka itu memberatkan guru, dampaknya waktu guru tersita hanya untuk mengajar di kelas. Sementara tugas guru tidak hanya mengajar dikelas tapi masih banyak tugas sampiran lainnya seperti tim kurikulum, Kesiswaan, Sarana prasarana, humas, walikelas, pembina osis,membimbing lomba & berbagai kegiatan ekstrakurukuler. Tugas sampiran itu juga cukup menyita jam kerja guru di sekolah.  Guru yang bertugas di pedesaan atau bahkan di daerah pedalaman & daerah terpencil tantangannya Lebih berat berat lagi.

Apalagi jika mulai diberlakukan PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA (MENPAN) REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru & Angka kreditnya. Dalam Permen tersebut disebutkan bahwa untuk kenaikan pangkat guru disetiap golongan harus disertai karya ilmiah baik dari hasil penelitian maupun kajian pustaka. Sementara untuk penelitian guru tidak semua memperoleh dana bantuan penelitian. Dana Bantuan penelitian untuk guru jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan dana penelitian dosen di Perguruan Tinggi. Kenyataan itu menyebabkan guru enggan untuk melakukan kegiatan pengembangan profesi yaitu melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah, karena kegiatan itu membutuhkan tenaga, pemikiran dan biaya. Sementara pencairan tunjangan profesipun demikian rumitnya. Itulah kenyataan yang harus dihadapi guru dalam melaksanakan tugasnya. Lalu bagaimana dengan 4 tujuan sertifikasi guru diatas?????

1 komentar:

  1. Dilema. Itu barangkali kata paling tepat untuk gambaran di atas. Mudah-mudahan ke depan bisa semakin lebih baik.....

    BalasHapus